Kasihanilah anak-anak Kita

Alkisah, pada jaman dahulu ada seorang pedagang kaya sedang melakukan perjalanan melewati padang dan hutan. Sambil menunggang kuda, dibawa juga sekantong uang dalam perjalanan itu. Cukup banyak uang yang dibawa, karena memang dia adalah seorang pedagang yang sukses.
Setelah lama melakukan perjalanan, dia mulai merasa letih. Dilihatnya di depan ada sebuah pohon besar yang cukup rindang dan sebuah kolam yang rasanya cukup nyaman untuk sekedar mandi dan membersihkan badan. Ditambatkanlah kudanya diantara akar pohon yang bergelantungan disana. Tidak lupa kantong yang dibawanya juga diselipkan diantara sela-sela akar yang ada.
Setelah berhenti sejenak, kemudian mandi di kolam yang ada di depannya. Tidak lupa kudanyapun juga dimandikan. Segar sekali. Baik penunggang maupun kudanya, sudah siap untuk melanjutkan perjalanan lagi.
Akhirnya merekapun melanjutkan perjalanan. Barangkali karena sudah merasa segar, dia lupa lupa mengambil kantong diletakkannya di bawah pohon.
Tidak berapa lama setelah penunggang kuda itu pergi, datang seorang penggembala dengan beberapa ekor kambingnya. Karena tempat itu cukup sejuk, maka diapun beristirahat di tempat itu, sambil membiarkan kambing-kampingnya minum dari kolam yang ada di sana.
Setelah dirasa cukup, diapun menggiring kembali kambing-kambingnya untuk segera pulang ke rumahnya. Tapi ada satu kambing yang masih tetap ‘ndeprok’ tidak beranjak dari tempatnya. Didatangilah kambing itu dan ditariknya supaya bisa berdiri.
Begitu kambingnya berdiri, dia melihat sebuah kantong di tempat ndeproknya kambing itu. Dia ambil. Ternyata isinya uang yang sangat banyak. Tanpa pikir panjang lagi dia bawa kantong itu pulang ke rumahnya. Ini rejeki, pikirnya. Karena memang tempat itu sangat sepi dan tidak ada siapa-siapa.
Setelah penggembala itu pulang dengan membawa kantong penuh dengan uang, datang juga ke tempat itu seorang bakul pasar dengan dagangannya. Dia juga beristirahat di bawah pohon yang memang cukup nyaman tersebut. Begitu nyamannya sampai dia tertidur beberapa saat.
Tiba-tiba dia dikejutkan dengan suara kuda yang mendekat. Dilihatnya seorang penunggangnya buru-buru menghampirinya.
“Mana uangku?” tanya penunggang kuda itu.
Karena bakul pasar itu gak paham dengan maksud orang itu, dia hanya diam saja.
“Tadi aku meninggalkan kantong uang di tempat dudukmu itu, sekarang mana?” tanya penunggang kuda itu lagi.
“Hei bung, aku tidak tahu apa-apa tentang kantongmu. Aku baru sampai disini lalu tidur dan kamu mengejutkanku dengan kudamu itu.”. Jawab bakul pasar.
Demikian selanjutnya dua orang itu bertengkar. Yang satu nuduh, yang lainnya lagi tidak mau dituduh karena memang tidak mengambil. Sampai akhirnya keduanya berkelahi, dan terbunuhlah si penunggang kuda itu.

Ada tiga tokoh dalam cerita ini. Penunggang kuda, penggembala kambing dan bakul pasar. Dari hasil penelusuran sejarah ketiganya, ternyata apa yang terjadi pada ketiga orang itu masih berhubungan dengan orang tua mereka masing-masing. Dan yang jadi peran antagonis adalah bapak dari si penunggang kuda yang terbunuh itu.
Dulu, bapak dari si penunggang kuda itu membunuh bapak dari si bakul pasar. Selain itu bapak si penunggang kuda itu juga punya hutang yang tidak dibayar kepada bapak si penggembala kambing.
Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah diatas? Suatu saat kita semua akan menjadi orang tua. Sudah selayaknya kita berhati-hati dalam bersikap dan bertindak supaya anak-anak kita tidak menanggung dosa dari kesalahan yang kita perbuat. Jika kita menanam kebaikan dimasa kini, anak-anak kita juga akan mendapatkan kebaikan dari orang lain. Tapi kalau yang kita tanam keburukan, anak-anak kita akan memanen hasil kejahatan kita. Kasihan…!!!?
.

0 komentar:

Posting Komentar