Kemana Doa - doa Kita?

Dalam Islam, kita diajarkan banyak sekali doa. Hampir setiap tindakan kita sehari-hari ada doanya. Karena itu ketika dulu saya sekolah, ada hafalan doa-doa harian. Mulai dari doa bangun tidur, masuk/keluar WC, memakai baju, bercermin, sebelum/sesudah makan, berangkat sekolah dan lain-lain sampai nanti mau tidur lagi semua ada doanya. Ditambah lagi doa setelah sholat. Banyak bukan?

Coba bayangkan, seandainya semua doa itu dikabulkan oleh Allah, kita pasti sudah jadi manusia sempurna. Tidak ada penyakit, sehat, sejahtera, bahagia, kesusahan dihilangkan, diberkahi, dan lain sebagainya. Pokoknya semua yang baik-baik ada pada kita.
Itu kalau doa kita dikabulkan oleh Allah. Pertanyaannya, berapa banyak dari doa-doa kita itu yang dikabulkan oleh Allah? Atau malah anda merasa Allah tidak pernah mengabulkan doa anda?

Bisa jadi begitu. Kita memang diajarkan banyak doa, tapi cara berdoa yang baik dan benar, tidak banyak diberitahu. Coba kita lihat ketika anak-anak kita berdoa di sekolah misalnya. Ada yang sambil menata buku, senyum-senyum dengan temannya, sementara dari mulutnya sedang terucap doa. Sama sekali tidak ada kekhusyukan atau pengharapan yang sungguh-sungguh atas doa itu.

Juga kalau kita lihat di masjid setelah sholat. Banyak yang mengamini doa sang imam dengan tidak serius. Sambil ngantuk, tengak tengok, atau mungkin sambil menggerutu dalam hati karena sang imam doanya kepanjangan. Sementara sang imam ketika berdoa juga hanya seperti orang menghapalkan doa. Semua yang pernah dihapalkan, dikeluarkan dalam doa tersebut. Entah sesuai dengan kondisi atau tidak.

Inilah yang terjadi dengan doa-doa kita. Karena itu kalau doa kita tidak terkabul, barangkali ya wajar saja. Sebab seolah-olah kita tidak sungguh-sungguh dalam berdoa.
Paling tidak ada dua rambu-rambu yang diberikan oleh Allah dalam al-Qur’an tentang bagaimana kita harus berdoa. Yaitu dalam surat al-A’raf ayat 55 dan 56.

Berdoalah kalian kepada Tuhanmu dengan berendah diri (tadhorru’a) dan dengan suara yang lembut (khufyah)” (55)
“ Dan berdoalah kalian kepadaNya dengan perasaan takut (khoufan- tidak akan diterima) dan penuh pengharapan (thoma’an – akan diterima)” . (56)

Beginilah seharusnya ketika kita berdoa. Penuh dengan perasaan harap-harap cemas. Bukan cuek. Seolah-olah kita berkata, dikabulkan syukur, enggak juga nggak apa-apa. Kalau begini, sebenarnya siapa yang butuh?.
READ MORE » Kemana Doa - doa Kita?

Nabi Musa Dikalahkan Muridnya dalam Berdoa

Siapapun anda, Allah berkenan mengabulkan doa anda. Tidak peduli anda kyai, ustadz, pelajar, petani atau apapun, asal anda bersungguh-sungguh dalam berdoa, Allah akan mengabulkannya.

Ini adalah kisah tentang Nabi Musa. Suatu hari beliau melakukan perjalanan ditemani oleh salah seorang muridnya. Pagi hari beliau berangkat, siangnya lalu kembali karena urusan sudah selesai. Di tengah perjalan pulang tersebut, Nabi Musa merasakan panas matahari yang cukup menyengat. Tidak ada tempat yang bisa disinggahi untuk berteduh.

Nabi Musa kemudian berkata kepada muridnya;
“Mari kita berdoa kepada Allah supaya kita diberi perlindungan dari panas ini selama dalam perjalanan.”
Nabi Musa pun mulai berdoa dan sang murid mengamininya.
Tidak lama kemudian, muncullah awan tebal yang tidak terlalu besar ukurannya, namun cukup bisa melindungi mereka berdua dari sengatan matahari. Alhamdulillah, ucap Nabi Musa dan muridnya. Allah telah mengabulkan doa mereka.
Akhirnya tibalah mereka di persimpangan sebuah jalan, masih tetap dinaungi oleh awan tadi. Di persimpangan ini Nabi Musa dan muridnya harus berpisah karena arah rumah mereka memang tidak sama. Nabi Musa ke kanan, muridnya ke kiri. Merekapun berpisah.
Lalu bagaimana sang awan? Inilah yang terjadi. Ternyata awan tersebut tidak lantas terbagi dua, tapi tetap satu dan yang diikuti adalah perjalanan sang murid. Bukan nabi Musa. Sehingga muridnya terlindungi dari panas, nabi Musa tidak.
Kenapa bisa begitu? Ketika nabi Musa protes kepada Allah, dijelaskan bahwa doa sang murid ternyata lebih khusyu’ dan sungguh-sungguh. Jadi yang dikabulkan tadi adalah doa muridnya, meskipun dia hanya mengamini saja. Nabi Musa –istilahnya- hanya ‘nunut’ berteduh di bawah awan yang diberikan Allah untuk sang murid.
Jadi, meskipun hanya mengamini, tetaplah sungguh-sungguh. Mungkin doa anda dengan membaca amin itulah yang akan dikabulkan oleh Allah.
.
READ MORE » Nabi Musa Dikalahkan Muridnya dalam Berdoa

Tentang Fatwa Haram Merokok

Anda perokok aktif? Atau anda anti rokok tapi tepaksa menjadi perokok pasif karena lingkungan anda penuh dengan asap rokok?
Tulisan ini tidak bermaksud menambah daftar panjang kontroversi tentang fatwa haram rokok. Tapi hanya sekedar ingin melihat persoalan tentang rokok dan fatwanya dengan obyektif.
Para ulama (setidaknya jumhur) sejak dulu menghukumi merokok sebagai perbuatan makruh. Artinya suatu perbuatan yang ketika dilakukan tidak mendapat dosa, tapi ketika ditinggalkan mendapatkan pahala. Ini dikarenakan bahaya tidak bersifat instan seperti halnya minuman keras, narkoba dan sejenisnya.
Namun sekarang para ulama yang tergabung dalam MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa perbuatan merokok hukumnya haram. Memang tidak mutlak. Ada 3 klausul tambahan dalam hukum haram tersebut, yaitu bagi anak-anak, wanita hamil dan merokok ditempat umum.
Ada pertanyaan yang muncul dari masyarakat (paling tidak saya, sebagai wakil masyarakat) menyusul fatwa tersebut. Kalau memang sedemikian besar bahaya merokok bagi kesehatan masyarakat -meski tidak instan-, kenapa rokok tidak diharamkan untuk semua saja? Bukankah dengan fatwa tersebut, berarti memberi ruang halal bagi seorang bapak –misalnya- untuk merokok di ruang privat seperti di dalam rumah atau mobil keluarga yang di dalamnya terdapat anak-anak maupun mungkin wanita hamil. Mereka akan dipaksa menjadi perokok pasif dalam kondisi seperti ini. Padahal kabarnya perokok pasif lebih besar resikonya daripada perokok aktif. Ini artinya fatwa tersebut menjadi tidak efektif untuk mencegah dampak negatif dari rokok tersebut. Apa artinya tidak merokok, tapi tetap menghirup asap rokok dari orang lain.
Yang lebih lebih efektif barangkali adalah sosialisasi yang tidak mengenal lelah akan bahaya rokok bagi kesehatan dan juga perekonomian, ke seluruh lapisan masyarakat, terutama kepada kepala-kepala keluarga agar menjauhkan seluruh anggota keluarga dari bahaya rokok. Sehingga pada akhirnya akan muncul kesadaran dari masyarakat dan dengan sendirinya menghentikan kegiatan meokok tersebut. Setuju?
READ MORE » Tentang Fatwa Haram Merokok

Sudah Benarkah Jamaah Kita?

Ada satu kejadian yang sering sekali kita jumpai ketika kita sholat berjamaah di masjid atau musholla. Yaitu ketika muadzin sudah mengumandangkan iqomah dan imam sudah mulai sholat, banyak orang berlarian dari kejauhan atau bergegas wudhu dan lari ke dalam masjid untuk segera menyusul imam agar tidak ketinggalan rokaat. Tidak jarang ketika mereka masih terengah-engah, tanpa menunggu lama ia langsung takbirotul ihram dan menyesuaikan dengan gerakan sang imam.Hampir di setiap tempat yang pernah saya singgahi kejadian seperti itu selalu ada.
Pertanyaannya adalah, apakah memang begitu seharusnya yang dilakukan, yaitu buru mengejar imam ketika sudah iqomah agar tidak ketinggalan rokaat?
Jika anda menjawab “YA”, mungkin anda perlu menyimak lagi sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau mendengar bahwa Rasulullah bersabda:
Jika sholat sudah didirikan (diqomati) maka janganlah kalian mendatanginya dengan berlari, datangilah dengan berjalan. Dan bersikap tenanglah kalian. Apa (rakaat) yang kalian temukan, ikutilah, dan (rakaat) yang terlewatkan, sempurnakanlah
Sebenarnya ada beberapa hadis yang redaksinya berbeda dengan hadis ini dari riwayat yang berbeda pula. Namun semuanya mengisyaratkan agar kita tetap bersikap tenang ketika imam sudah mulai sholat. Tidak perlu buru-buru. Kalau memang ketinggalan, ya kita sempurnakan.
Sebab ketika sholat, berarti kita sedang berhadapan dengan Allah. Berdialog denganNya. Sehingga semuanya harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sejak kita mendengar adzan, kemudian mulai mengambil wudhu, meminta perlindungan dari syaithon sebelumnya dan akhirnya ber takbirotul ihram.
Inilah barangkali kenapa kualitas hidup kita tidak meningkat. Kualitas hidup seseorang mestinya berbanding lurus dengan kualitas sholat seseorang. Jika sholatnya bagus (berkualaitas), maka kehidupannya akan semakin berkualitas. Ini jaminan dari Allah dalam al-Qur’an.
Sayangnya kebanyakan dari kita masih menjadikan sholat hanya sebagai kewajiban saja. Sehingga ketika waktunya tiba, ingin segera melaksanakannya biar terasa “plong”. Kalau perlu dilakukan secepat mungkin, yang penting sholat. Seperti yang sering kita dengar ketika orang mau pergi, dia bilang:” Tunggu ya, aku sholat sebentar” dan ungkapan-ungkapan senada. Padahal seharusnya sholat kita jadikan sebagai kebutuhan kita, kebutuhan akan taufik, hidayah dan inayah dari Allah SWT. Semoga.
.
READ MORE » Sudah Benarkah Jamaah Kita?

Mengejar Sebuah Amanat

Beberapa saat setelah Rasulullah wafat, ummat islam dari kaum Muhajirin dan kaum Ansor berkumpul di sebuah rumah milik Bani Saidah. Pada awalnya kedua kelompok sahabat Nabi tersebut berkumpul sendiri-sendiri. Namun akhirnya mereka berkumpul menjadi satu, untuk membicarakan siapa pengannti Rasulullah yang akan memimpin kaum mislimin dan mengatur urusan mereka selanjtunya.
Dari hasil musyawarah yang sangat alot, akhirnya keluar tiga nama sebagai kandidat pengganti Rasul. Yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khottob dari kaum Muhajirin, dan Said bin Ubadah dari kaum Ansor.
Setelah semua sepakat pada nama-nama itu, Abu Bakar lalu memegang tangan Umar dan Said sambil berkata: “Wahai kalian yang hadir, baitlah salah satu dari kedua orang ini untuk menjadi pemimpin kalian”. Belum lagi ada tanggapan dari hadirin, Umar dan Said memang dan mengangkat tangan Abu Bakar sambil berkata: “Engkaulah yang lebih pantas memimpin kami wahai Abu Bakar. Engkau menemani hijrah Rasul dan tinggal di dalam gua berdua dengan Rasul. Siapa lagi yang lebih baik dari engkau”.
Akhirnya Abu Bakar di baiat menjadi kholifah yang pertama oleh seluruh kaum muslimin pada waktu itu.
Itulah yang terjadi pada saat periode kepemimpinan Rasulullah berakhir dan harus mencari pemimpin baru. Sama sekali tidak tergambar dalam sejarah itu kesan ambisius untuk menjadi pemimpin, apalagi sampai berusaha mendapatkannya dengan segala cara termasuk money politic. Sama sekali tidak ada.Dalam pandangan mereka, jabatan/kepemimpian adalah amanat. Dan yang berhak memegangnya adalah orang yang punya kapasitas dan kualitas terbaik, dan itu dimiliki oleh Abu Bakar, sahabat terlama dan terdekat dengan Rasulullah. Yang merasa tidak pantas, tahu diri dengan mengundurkan diri dari pencalonan. Bukan tetap ngotot maju.
Negeri ini sebentar lagi juga akan mengakhiri periode kepemimpinan, setelah lima tahun berjalan. Eksekutif maupun legislatifnya akan berganti. Bisa jadi orang baru yang benar-benar baru yang akan menggantikannya, atau yang lama dan masih berkuasa, akan tetap berkuasa dan hanya berganti periode saja. Namun hiruk pikuk perburuan jabatan sebagai pemimpin maupun sebagai wakil rakyat sudah dimulai beberapa bulan lalu dan akan semakin ramai pada bulan-bulan ini.
Inilah fenomena yang terjadi sekarang. Orang beramai-ramai mengejar sebuah amanat. Bahkan kelaupun harus mengeluarkan sejumlah biaya, tidak masalah bagi mereka asal jabatan terpegang. Karena di dalamnya terdapat kemewahan, kenikmatan dan kemakmuran. Padahal tanggung jawab dalam mengemban sebuah amanat sangatlah berat, sampai-sampai langit dan bumi pun enggan memikulnya.
Sesungguhnya kami menewarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, mereka semua menolak, lalu manusia mengambilnya. Sesungguhnya dia sangat dholim dan bodoh.”
Al-Ahzab: 72
Inilah gambaran al-Qur’an tentang betapa bodoh dan dholimnya manusia. Tidak ditawari amanat, tapi malah menawarkan diri mengambilnya.
Seperti ini jugalah yang terjadi sekarang. Orang berlomba-lomba menawarkan dirinya agar dia dipilih, dilantik dan dibaiatt menjadi wakil orang lain dengan berbagai cara. Tenaga, pikiran dan biaya yang tidak sedikit dicurahkan dalam hal ini.
Anda mau tahu berapa biaya dibutuhkan untuk menjadi DPR RI? Menurut sebuah sumber, angkanya mencapi Rp. 5 M untuk daerah pemilihan yang meliputi 3 kabupaten saja. Dana sebesar itu sebagian besar hanya akan menjadi sampah dalam bentuk baliho, spanduk, pamlet, foto dan lain-lain.
Lalu, dari mana uang sebanyak itu diperoleh para caleg? Inilah masalahnya. Tidak semua caleg punya dana sebesar itu. Dan yang punya pun tidak serta merta mau mengeluarkan uangnya sendiri untuk kepentingan ini. Ada yang mencari sponsor dari pihak lain. Bisa dari pengusaha, pejabat atau orang lain yang punya kepentingan dengan dewan. Tentu saja ada perjanjian sang Caleg harus memperhatikan kepentingan sponsor jika kelak duduk di kursi dewan. Ini artinya sang wakil rakyat tidak lagi mewakili rakyat, tapi mewakili kepentingan sang sponsor. Padahal yang memilih adalah rakyat.
Jika begini jadinya, maka siap-siap saja kita tunggu kiamat di negeri ini. Rasulullah SAW suatu hari ditanya oleh seseorang, kapan kiamat datang? Beliau menjawab:
Jika amanat sudah disia-siakan, maka tunggulah kiamat”. (Hadis dari Abu Hurairah)
Semoga wakil-wakil rakyat yang terpilih kelak, betul-betul menjadi wakil rakyat yang amanat, sehingga 'kiamat' tidak segera datang ke negeri ini. Amin.
.
READ MORE » Mengejar Sebuah Amanat

Musibah yang Menimpa kita, Ujian atau Adzab?

Seringkali ketika kita sedang mendapatkan suatu musibah yang menimpa diri kita, kemudian kita mengatakan; ‘saya baru dapat ujian”. Tapi benarkah musibah itu sebuah ujian bagi kita?
Nanti dulu. Paling tidak ada dua hadis yang bisa kita jadikan sebagai referensi dalam hal musibah ini. Yang pertama adalah hadis yang diriwayatkan dari Abu Unabah r.a., Rasulullah bersabda:
“Jika Allah azza wa jalla menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia akan mengujinya”
Dan yang kedua adalah dari Aisyah r.a. Rasullulah bersabda:
“Tidak satu musibah pun yang menimpa seorang muslim, kecuali Allah akan menghapus dosa-dosa orang itu dengan musibah tersebut, hingga duri yang menancap di kakinya”.
Lalu ada lagi hadis ketiga dari yang hampir sama dengan hadis kedua, juga dari Aisyah r.a. Rasulullah bersabda:
“Jika telah banyak dosa seseorang, padahal tidak ada amal yang bisa menghapusnya, maka Allah akan mengujinya dengan kesedihan agar terhapus dosa itu”

Dari ketiga hadis diatas, kita dapat memahami bahwa musibah yang menimpa seseorang, bisa jadi merupakah ujian, jika orang tersebut adalah orang sholeh yang dicintai oleh Allah. Tapi bisa juga merupakan azab jika orang tersebut bergelimang dengan dosa, yang dengan azab atau musibah tersebut kemudian Allah akan menghapus dosa orang tersebut.
Lalu bagaimana kalau musibah menimpa kita? Bagaimana kita harus mensikapinya? Apakah kita akan menganggap itu sebagai ujian?
Orang-orang yang bijaksana seringkali menganjurkan kepada kita, kalau kita sedang mendapatkan musibah, sebaiknya introspeksi diri, apa kira-kira kesalahan yang baru saja kita perbuat. Misalnya tiba-tiba tangan kita kejepit pintu. Coba kita ingat-ingat, dosa apa yang baru saja diperbuat oleh tangan kita. Mata kita tiba-tiba kelilipan. Segera introspeksi, maksiat apa yang baru kita lihat. Begitu seterusnya.
Ini artinya kita harus merasa bahwa apa yang menimpa kita merupakan akibat dari kesalahan yang kita buat. Tapi kalau kita merasa bahwa musibah itu sebagai ujian, orang bilang kita ini GR alias merasa sebagai orang sholeh yang sedang diuji oleh Allah. Padahal barangkali dosa kita menumpuk. Tapi sangking terbiasanya kita melakukan dosa, sampai-sampai kita tidak merasa bahwa itu sebuah dosa.
Memang, tidak setiap dosa langsung diazab atau diperingatkan oleh Allah di dunia. Sering kita melihat orang yang tiap hari berbuat dosa, tapi hidupnya enak-enak aja. Nyaman. Gak usah iri. Mereka sedang di ‘lu-lu’ sama Allah. Di ‘lulu’ itu bahasa jawa. Bahasa Indonesianya kira-kira artinya dibiarkan saja. Misalnya gini. Orang tua melarang anaknya merokok. Ketika suatu ketika sang ibu melihat anaknya merokok, bukannya langsung dimarahi, tapi malah dibelikan satu slop, “ini, dihabiskan ya…”. Ini gambarannya ketika Allah sedang nge’lulu’ seseorang.
Ada sebuah hadis yang mengatakan:
‘cukuplah sebagai bukti kemurkaan Allah kepada seseoarang, ketika Allah membiarkannya melakukan sesuatu yang tidak ada gunanya.”
Bahkan harusnya kita bangga ketika dosa kecil yang kita lakukan, langsung diingatkan oleh Allah. Itu artinya kita masih disayang oleh Allah. Saya pernah dapat cerita dari seorang teman yang saya anggap sangat alim dan rajin ibadah. Suatu saat dia tergoda untuk melihat film porno, sesuatu yang belum pernah dilakukannya. Ketika dia baru berangkat mau pinjam vcd dengan sepeda motornya, di jalan sudah serempatan dengan motor lain. Dalam hati dia sudah merasa bersalah. Tapi tetap dilanjutkan ke tempat rental dan akhirnya dia dapat VCD. Begitu pulang di jalan dia bertabrakan dengan sepeda motor sampai babak belur dan motornya rusak. Ketika itu dia betul-betul merasa sedang diingatkan oleh Allah. Entah karena kecerobohannya atau karena azab dari Allah, wallahu a’lam.
Tapi yang jelas, apapun namanya, entah itu ujian atau azab, semuanya menunjukkan bahwa Allah sayang pada hambaNya. Karena ketika memberikan musibah, Dia menghapus dosa kita, dan juga berarti Dia mengingatkan kepada kita untuk tidak lagi berbuat maksiat. Semoga kita selalu menjadi orang yang peka terhadap peringatan dari Allah, sehingga ketika menerima musibahpun kita masih bisa bersyukur. Amin.
.
READ MORE » Musibah yang Menimpa kita, Ujian atau Adzab?